Tidak diragukan lagi kalau Indonesia adalah negara yang kaya. Mulai dari suku, bahasa, tarian, juga alat musiknya.

Bahkan, sudah banyak kebudayaan Indonesia yang menembus kancah internasional. Misalnya, wayang kulit, Tari Saman, dan juga angklung yang masing-masingnya sudah diakui oleh UNESCO.

Berbicara tentang angklung, alat musik khas Jawa Barat yang satu ini juga sempat menarik perhatian pembalap dunia, Marc Marquez.

Tidak disangka-sangka, pada kunjungannya di awal Februari 2019 lalu, Marc Marquez begitu antusian memainkan alat musik. Bukan dia aja yang begitu antusias, crew dari Honda yang hadir di acara tersebut juga begitu antusias ketika diajak memainkan angklung.


Saat berkunjung ke Saung Angklung Udjo, Marquez dan crew menyempatkan memainkan empat buah lagu, yaitu Can’t Help Falling in Love, Bengawan Solo, Sukiyaki, dan Besame Mucho. Bahkan, terlihat kok senyum kegembiraan dari mereka saat memainkan angklung. 

Kalian tau engga? Ternyata alat musik tradisional angklung tak hanya bergema di kandang loh! Menurut riset dari team Tribunnews.com, di awal 2000an sudah ada kelompok kesenian tradisional asal Kota Bandung yang sudah memperkenal angklung di kancah internasional. Kelompok kesenian itu adalah Muhibah Angklung.

Ternyata guys, anggota dari Muhibah Angklung adalah anak muda! Mereka adalah siswa siswi dan alumni dari SMAN 3 Bandung. Meskipun dari segi usia masih muda tapi mereka mampu membawa angklung di kancah internasional dan membuat penonton terkesima. Keren banget yah!


Di 2004, Muhibah Angklung sudah melakukan tour selama 40 hari di Eropa. Kota yang menjadi tujuan mereka ketika itu adalah Bremen, Berlin, Brussel, Paris, Aberdeen, Praha, Cerveny Kostelec, Zakopane, dan Muenchen.

Yang menariknya guys, selama tour di Eropa di 2004 mereka menghadapi berbagai masalah, seperti finansial.  Bahkan, mereka sempat ‘mengamen’, meminta bantuan pihak lain, membuka donasi, dan menjual souvenir khas Bandung untuk menutupi kekurangan tersebut.

Akan tetapi, mereka patut diacungkan jempol guys, meskipun mayoritas anggota masih terbilang masih berusia muda, mereka berhasil menyelesaikan tour dan memecahkan permasalahan tersebut berkat kerja keras dan keteguhan hati untuk memperkenalkan serta melestarikan alat musik tradisional angklung.

Hal yang lebih membanggakan, berdasarkan riset Tribunnews.com, Muhibah Angklung berhasil membawa beberapa penghargaan pada dua festival bergengsi di Republik Ceko dan Polandia. Tidak hanya itu guys, alat musik yang berbahan dasar bambu ternyata mendapatkan sambutan positif dari masyarakat internasional. Mereka (masyarakat internasional) merasa terhibur oleh alunan musik angklung yang dimainkan oleh Muhibah Angklung.

Bukan di 2004 saja angklung keliling dunia loh, di 2018 angklung juga masih memiliki eksistensi tersendiri di mata dunia. Bersama Muhibah Angklung, angklung mengarungi tiga festival mancanegara di 2018.

Muhibah Angklung di 13th International Youth Festival of Arts (IYFA) “Muzite” di Sozopol, Bulgaria, pada 10-15 Juli 2018.

Tiga festival itu ialah 59th International Folklore Festival of Nasreddin Hodja di Aksehir, Turkey pada 4-10 Juli 2018, kemudian 13th International Youth Festival of Arts (IYFA) “Muzite” di Sozopol, Bulgaria pada 10-15 Juli 2018, dan International Music and Folk-Dance festival “Summer in Visoko” in Visoko, di Sarajevo, Bosnia and Herzegovina, pada 20-25 Juli 2018 lalu.

Bahkan pada festival di Sozopol, Bulgaria, Tim Muhibah Angklung berhasil meraih juara umum dari seluruh kategori atau meraih Grand Prix. Hebat ya!

Sebelum festival itu, di Bulan Januari 2018 Muhibah Angklung juga sudah pentas keliling Australia! Di Negeri Kangguru, mereka tampil di Melbourne, Canberra, Brisbane, juga Sydney.

Berita baik mengenai eksistensi dari angklung kembali berhembus guys, angklung juga berhasil menggema di markas PBB. 30 April 2018 menjadi kali pertamanya angklung terdengar di dalam gedung PBB, New York. Sekitar 30 seniman dari Saung Angklung Udjo dan House of Angklung berkolaborasi di sana.

Bersama penari dari Padepokan Jugala Taya, mereka berhasil memukau 500 diplomat dari 193 negara dan pejabat tinggi PBB. Bangga ya!

Suara musik angklung bukan hanya bergema di pentas bergengsi tingkat internasional, namun juga bergema di pucak-puncak tertinggi di dunia.

Wah berarti angklungnya naik gunung? Yaps benar sekali!

Dalam ekpedisi The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition, dua mahasiswi Friansiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari berhasil membawa angklung hingga ke puncak gunung tertinggi di dunia. Dua mahasiswi itu tergabung di organisasi Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Parahyangan Bandung (Mahitala Unpar), Bandung. Keren banget!

Friansiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari di Puncak Gunung Denali, Alaska, 1 Juli 2017.

Kedua Srikandi tersebut sengaja membawa angklung disetiap pendakiannya. Tenyata, tujuan dari mereka membawa angklung adalah untuk terus berkontribusi dalam melestarikan alat musik tradisional yang berasal dari tanah sunda itu.

Senada dengan tujuan dari kelompok kesenian di atas, kedua mahasiswi ini dengan sengaja membawa alat musik khas Jawa Barat, untuk memperkenalan angklung secara luas di mata dunia.

Tidak dapat dipungkiri guys, membawa angklung untuk sampai di puncak gunung tertinggi di dunia bukan perkara mudah. Pasalnya, mereka harus siap untuk menghadapi berbagai macam kemungkinan yang tidak diinginkan seperti melewati medan extrem, terkena penyakit hipotemia, badai salju, frostbite (radang dingin), dan ancaman lainnya.

Mereka juga harus mempersiapkan berbagai macam kebutuhan untuk melakukan pendakian. Bukan itu saja, mereka juga harus mempersiapkan fisik dan mental agar tahan dalam menghadapi segala kondisi.

Ekpedisi yang memakan waktu kurang lebih empat tahun dari 2014-2018 ternyata membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Berkat tekat kuat dan dukungan dari berbagai pihak, kedua Srikandi tersebut berhasil membawa dan membunyikan angklung di puncak-puncak gunung tertinggi di dunia.