Kata ansembel berasal dari bahasa Perancis, yang berarti suatu rombongan musik. Sedangkan ansembel menurut kamus musik adalah kelompok kegiatan musik dengan jenis kegiatan yang tercantum dalam sebutannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa musik ansembel adalah bermain beberapa alat musik secara bersama-sama dengan menggunakan alat musik tertentu serta memainkan lagu-lagu dengan aransemen sederhana.

Ada tiga jenis pengelompokan dalam musik ansembel, yang tergolong berdasarkan penyajian musiknya, berdasarkan peran serta fungsi alat-alat musiknya, dan berdasarkan golongan alat musiknya. Pertama berdasarkan penyajiannya musik ansambel dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu musik ansambel sejenis yang penyajiannya menggunakan alat-alat musik sejenis contohnya ansambel beberapa rekorder dan musik ansambel campuran yang menggunakan beberapa jenis alat musik atau bermacam-macam jenis alat musik contohnya ansambel pianika, gitar, rekorder, triangel, tamborin dan juga simbal. Selanjutnya, berdasarkan peran dan fungsinya musik ansambel dikelompokkkan kedalam tiga macam yaitu, ansambel melodi artinya alat musik yang digunakan berfungsi untuk memainkan rangkaian nada-nada yang merupakan melodi lagu, ansambel ritmis artinya alat musik yang digunakan berfungsi untuk mengatur irama sebuah lagu, ansambel harmonis artinya alat musik yang digunakan berfungsi untuk memainkan melodi lagu dan juga mengatur irama lagu. Terakhir berdasarkan golongan alat musik, musik ansambel dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu dilihat dari aspek sumber bunyi dan cara memainkannya, aspek sumber bunyi terdiri dari akrofon yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari getaran udara yang ada, membranofon yaitu alat musik yang mendapatkan sumber bunyi dari plastik, kordofon yaitu alat musik yang sumber bunyinya didapatkan dari dawai atau tali, idiofon yaitu alat musik yang sumber bunyinya terletak pada bunyi alat itu sendiri apabila dimainkan, elektrofon yaitu alat musik yang bunyinya bersumber pada tegangan listrik, berdasarkan cara memainkannya yaitu dipukul, ditiup, dipetik,digoyangkan/digetarkan, digesek.

Dalam angklung sendiri macam ansambel ada tiga jenis yaitu klasik padaeng, angklung solo, dan arumba.

 Angklung Padaeng adalah alat musik dari bambu yang merupakan varian modern dari Angklung. Dulunya, angklung tradisional memakai tangga nada slendro, pelog atau madenda. Pada tahun 1938, Daeng Soetigna melakukan inovasi agar angklung dapat memainkan nada diatonis. Untuk menghargai karya dia, angklung bernada diatonis ini kemudian diberi nama angklung padaeng. Angklung adalah sebutan bagi alat musik yang terbuat dari bambu. Ada yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari dua kata bahasa Bali yaitu angka (artinya nada) dan lung (artinya patah/putus), karena memang alat ini berbunyi dengan suara terputus-putus karena digetarkan. Sementara itu di Sunda, istilah ini dianggap berasal dari kata angkleung-angkleungan (artinya gerakan bergoyang) dan klung (bunyi bambu dipukul).Sementara itu kata padaeng jelas berasal dari kata Pak (bapak, orang laki-laki dewasa yang dihormati) dan Daeng (nama pencipta angklung diatonis). Sekitar tahun 1930-an, Pak Daeng sedang menjadi guru di HIS (sekolah dasar zaman Belanda) di Kuningan Jawa Barat, dan bertugas mengajar Seni Musik. Alat yang dipakai waktu itu diantaranya: Mandolin, biola, atau piano. Semuanya dibawa dari negeri Belanda, sehingga jumlahnya terbatas dan harganya mahal. Dengan demikian, Pak Daeng ingin sekali mencari alternatif alat musik yang lebih mudah dan murah. Inspirasi datang ketika ada dua orang pengemis memainkan lagu cis kacang buncis di depan rumah Pak Daeng dengan memakai angklung. Pak Daeng sangat tertarik dan langsung membeli angklung dari pengemis itu. Angklung tersebut bernada pentatonis (nada tradisionil sunda). Padahal, agar dapat digunakan untuk mengajar seni musik barat, maka diperlukan alat musik bernada diatonis. Karena itulah Pak Daeng bertekad membuat angklung diatonis. Pak Daeng kemudian bertemu dengan Pak Djaja, seorang empu pembuat angklung yang mumpuni Walau sudah tua dan sebelumnya hanya tahu musik pentatonis, Pak Djaja dengan senang hati membantu Pak Daeng membuat angklung diatonis. Atas kerjasama mereka berdua, terciptalah alat musik pribumi yang mudah dibuat, dan murah. Hal itu terjadi pada tahun 1938. Selanjutnya Pak Daeng mengajarkan angklung diatonis ini pada anak didiknya di kepanduan. Dengan sabar Pak Daeng melatih mereka sehingga musik angklung bisa ditampilkan dengan sangat apik. Delapan tahun kemudian, pada saat pertemuan perjanjian Linggarjati tahun 1946, presiden Soekarno meminta Pak Daeng dan anak asuhnya untuk tampil memberi hiburan. Merekapun membawakan lagu-lagu Indonesia modern dan Belanda dihadapan para utusan, dan membuktikan bahwa alat musik tradisionil Indonesia kini mampu berkiprah di musik Internasional, sekaligus mengangkat harkat alat musik angklung dari alat musik pengemis, ke alat musik konser antar negara. Pada tahun 1989, berlangsung Seminar Seni Angklung Se Jawa Barat di AUla Timur ITB. Pak Prof. Sudjoko Danoesoebroto, MA, Ph.D (guru besar ITB) menyampaikan makalah berjudul "Memperkaya Angklung Daeng". Sementara itu Prof. Dr. Oteng Sutisna, MSc. (guru besar IKIP Bandung) menulis makalah berjudul "Musik Angklung Padaeng Sebagai Alat Pendidikan Musik". Sejak itulah istilah angklung padaeng melekat sebagai nama bagi angklung diatonis yang diciptakan oleh Daeng Soetigna.


Angklung solo adalah konfigurasi yang menggantungkan satu unit angklung melodi pada suatu palang sehingga bisa dimainkan satu orang saja. Sesuai dengan konvensi nada diatonis, maka ada dua jajaran gantungan angklung. Yang bawah berisi nada penuh, sedangkan yang atas berisi nada kromatis. Angklung solo ini digagas oleh Yoes Roesadi tahun 1964, dan dimainkan bersama alat musik basanova dalam grup Aruba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969, nama Aruba ini disesuaikan menjadi Arumba.Susunan ensemble gambang yang umum saat ini adalah Angklung solo adalah satu set angklung (biasanya 31 buah) yang tergantung pada palang. Angklung ini dimainkan oleh satu orang saja, sehingga pada satu saat, hanya dua angklung yang bisa digetarkan.
Gambang Melodi adalah gambang yang membunyikan melodi lagu (saling mengisi suara dengan angklung), dimainkan oleh satu orang dengan dua pemukul. Gambang pengiring adalah gambang yang bertugas menghasilkan suara akord. Gambang ini dimainkan oleh seorang pemain dengan 4 pemukul. Bass lodong terdiri atas beberapa tabung bambu besar yang dipukul untuk memberi nuansa nada rendah. Gendang adalah alat musik pukul yang digunakan sebagai pembawa irama.
Dengan berkembangnya inovasi baru, saat ini angklung solo mulai digantikan dengan angklung toel. Grup Musik Arumba Beberapa grup musik yang secara khusus memainkan arumba adalah
Arumba Cirebon, adalah kelompok yang dirintis oleh Muhamad Burhan di Cirebon
Nawawi Ensemble, kelompok musik bambu pemuda-pemudi di Bandung
Karamba Ensemble, kelompok bentukan mahasiswa UPI

Arumba adalah ensemble musik dari berbagai alat musik yang terbuat dari bambu. Arumba lahir sekitar tahun 1960-an di Jawa Barat Indonesia, saat ini menjadi alat musik khas Jawa Barat. Arumba termasuk ensembel berarti termasuk seni musik. Konon pada tahun 1964, Yoes Roesadi dan kawan-kawan membentuk grup musik yang secara khusus menambahkan angklung pada jajaran ensemble-nya. Ketika sedang naik truk untuk pentas ke Jakarta, mereka mendapat ide untuk menamai diri sebagai grup Arumba (Alunan Rumpun Bambu). Kemudian sekitar tahun 1968, Muhamad Burhan di Cirebon membentuk grup musik yang bertekad untuk sepenuhnya memainkan alat musik bambu. Mereka memakai alat musik lama (angklung, calung), dan juga berinovasi membuat alat musik baru (gambang, bass lodong). Ensemble ini kemudian mereka beri nama Arumba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969, Grup Musik Arumba juga mengubah nama menjadi Arumba, sehingga timbul sedikit perselisihan istilah arumba tersebut. Dengan berjalannya waktu, istilah arumba akhirnya melekat sebagai ensemble musik bambu asal Jawa Barat.